Penghijauan di lingkungan Bukit, Jimbaran
masih menjadi perihal pelik di lingkungan Udayana. Beragam upaya telah
dicanangkan guna menciptakan lingkungan belajar yang nyaman.
Sebagai
universitas negeri terbesar di Bali, Udayana merupakan universitas yang
dibanggakan. Namun melihat kondisi kampus, terutama di Bukit yang selain
gersang juga terkesan semrawut tentu melahirkan kekecewaan tersendiri, karena
sudah barang tentu mengganggu proses belajar mengajar di Udayana.
Kampus
yang gersang sudah menjadi permasalahan yang berlarut-larut di Universitas
Udayana. Hal ini sudah menjadi perdebatan sejak lama. Mulai dari mahasiswa
hingga dosen sudah pernah menyinggung hal tersebut bahkan dalam acara temu
rector, hal ini sempat menjadi topic kritikan terhadap pimpinan universitas
tersebut. Namun secara nyata, jelas bahwa keadaan ini mengalami perubahan yang
lambat sehingga menimbulkan opini jika belum ada pergerakan dari pihak rektorat
untuk menanggulangi masalah yang belum bertemu titik temu ini.
Penghijauan
digadang-gadang akan menjadi solusi dari gersangnya kondisi lingkungan
Universitas Udayana ini. “Program penghijauan di kampus Bukit di kemahasiswaan
sudah ada tiap tahun dan sudah dilakukan oleh mahasiswa, kemudian dari
perusahaan-perusahaan.” ungkap Prof. Dr. Ir. I G. P Wirawan, M.Sc.,Ph.D selaku
Pembantu Rektor III ketika ditanya mengenai program penghijauan yang dilakukan
oleh Udayana.
Namun
sayang, aksi penghijauan bagaikan angin lalu yang berhembus begitu saja. Gerakan
penghijauan yang digembar-gemborkan
dilaksanakan berlanjut tanpa adanya pemeliharaan rutin. Sampai sekarang hanya
sebagian dari kawasan kampus Bukit Jimbaran yang terlihat rindang. Sebagian
lagi terlantar dan hanya menjadi pemandangan gersang khas daerah Bukit.
Kondisi
tersebut tentu melahirkan banyak reaksi dari mahasiswa khususnya yang setiap
harinya harus berkutat dalam suasana kurang nyaman ini. Untuk mendengar opini
mahasiswa dari 13 fakultas ini, Akademika mengadakan polling yang bisa jadi tolak
ukur kenyamanan mahasiswa sendiri. Dari 104 koresponden kami, 22 orang atau
sekitar 21,1 % menyatakan bahwa sudah merasa nyaman dengan kondisi kampus
Bukit. Namun hasil sebaliknya yakni sebanyak 82 orang atau sekitar 78,9 %
menyatakan masih perlunya pembenahan di lingkungan Bukit karena masih belum
merasa nyaman dengan tempat belajar mereka. Melihat hal ini sudah seharusnya
pihak kampus meresa terpacu untuk merubah kondisi ini karena secara langsung
ataupun tidak akan mempengaruhi penilaian khalayak ramai tentang kualitas
kampus yang sudah mampu mempertahankan eksistensinya di usia yang ke-50.
Analisis
lebih lanjut juga dapat dilihat dari kondisi tanahnya, Bukit Jimbaran memiliki
jenis tanah liat, agak lengket namun pada lapisan permukaan tanahnya terdapat
lapisan karst (kapur) yang bersifat mudah larut oleh air sehingga
memiliki celah rongga yang banyak. Sehingga tidak dapat menyimpan cadangan air
dengan baik. Tanaman perdu dan semak belukar pun berkembang dengan baik disana.
Dapat dilihat ketika musim penghujan, tanaman sekitar terlihat hijau
dibandingkan musim kemarau. Terbukti jika air menjadi kendala utama saat ini.
Kendala
ini pula diamini oleh I G. P Wirawan yang membidangi kegiatan penghijauan di
Unud. “Menanan tanaman di Bukit itu memerlukan air yang banyak dan kami memang
terkendala oleh hal tersebut karena air sebagai bahan utama dalam pemeliharaan
dirasa mahal bahkan lebih mahal dari tanaman itu sendiri.” jelasnya.
Lebih
lanjut untuk menyukseskan program ini pemilihan jenis tanaman yang tepat perlu
diperhitungkan agar sesuai dengan kondisi di Bukit, Jimbaran. “Tanaman yang
dianjurkan adalah tanaman yang memiliki simpanan air yang baik, memiliki akar
tunggang yang kuat, tahan pada kondisi ekstrem. Tanaman yang cocok seperti
tanaman gamal yang dikenal sebagai pagar hidup atau peneduh, dimana tanaman ini
produktif dan memiliki nilai ekonomis.” jelas
Anak Agung Istri Kesumadewi, dosen Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
Jenis
tanaman ini dipilih tentu karena memiliki kelebihan di segala aspek. Selain
aktif dalam memproduksi oksigen, tanaman gamal ini dapat digunakan oleh
masyarakat sekitar yang beternak sapi sebagai pakan ternaknya. Penakaran gamal
ini merupakan penambat nitrogen yang baik. Tanaman ini dapat mengendalikan
erosi dan gulma terutama alang-alang. “Sedangkan untuk tanaman bunga yang
disarankan adalah jepun, dimana tanaman ini mampu bertahan pada kondisi ekstrem
di daerah Bukit Jimbaran.” tambah Kesumadewi.
Untuk
mewujudkan program ini jelas bahwa diperlukan komitmen yang kuat dari berbagai
pihak. Masalah pendanaan agaknya selalu menjadi kambing hitam ketika sebuah
kebijakan berhenti di tengah jalan atau bahkan dinilai tidak berhasil. “Untuk
pemeliharaan kita tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit, dan ketika kita ingin
melakukan sebuah inovasi baru, maka akan megorbankan alokasi dana yang sejak
awal telah diperuntukkan untuk hal lain.” ungkap Wirawan.
Sepertinya
pihak rektorat masih enggan untuk mewujudkan hal tersebut sebab alokasi dana
pun masih belum ada khusus untuk kegiatan menghijaukan Udayana. Dan pada
akhirnya terkesan monomer sekian kan hal yang padahal sangat vital dan
mempengaruhi eksistensi Universitas Udayana di lingkup yang lebih luas.
Tapi
mahasiswa juga punya andil besar dalam mewujudkan hijaunya kampus Bukit. Sangat
merugikan memang jika hanya ada penghijauan namun tudak ada kelanjutan dalam
hal perawatan yang sudah menjadi kewajiban tiap mahasiswa sehingga diperlukan
mekanisme perencanaan yang tepat agar tidak berhenti di tengah jalan. Mengingat
kurangnya partisipasi dari mahasiswa sendiri untuk turut membantu perawatannya
maka hal lain yang perlu diperhatikan dalam penghijauan adalah diperlukan juga
tanaman yang mudah dari segi perawatan selain itu diperhatikan juga sisi
estetika atau kecantikan, sehingga terlihat beragam warna dan menciptakan
keindahaan yang mendukung kenyamanan proses belajar.
Hal
senada juga diakui oleh PR III Udayana yang menyatakan bahwa mahasiswa seharusnya
mau turun tangan demi terwujudnya kampus yang nyaman ini. “Tidak harus menanam
banyak pohon, lebih baik sedikit tapi dipelihara oleh mahasiswa karena berapa
pun ditanam pasti akan mati tanpa adanya pemeliharaan yang tertata dengan baik
mengingat kondisi tanah yang tak bersahabat.” aku Wirawan.
Program
penghijauan yang merupakan bagian dari inisiasi Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana. Program ini dilaksanakan pada 29 September lalu.
"Jadi kami dibagi per kelompok untuk menyumbang sekitar 20.000 rupiah
membeli 5 bibit pohon dan menanamnya di kawasan kampus Ekonomi Bukit
Jimbaran" tutur Cokorda Istri Indah Puspitadewi. Program tersebut
hendaknya dicontoh, tetapi pada kenyataannya, program tersebut tidak diimbangi
dengan penyiraman yang rutin. Hanya segelintir orang yang berinisiatif untuk
menyiram tanaman tersebut.
“Itu
bukan fakultas, melainkan bangunan yang diperuntukkan untuk mahasiswa asing dan
dikenal dengan International Student Center, dan melihat kondisi ini seharusnya
fakultas-fakultas lain terdorong karena tidak banyak dana yang dibutuhkan untuk
menghijaukan lingkungan ISC.” sebut Prof. Dr. Ir. I G. P Wirawan, M.Sc.,Ph.D
dalam bantahannya mengenai isu yang berkembang tentang penghijauan yang tidak
merata di Bukit.
Keuangan
dan repotnya perawatan lingkungan di daerah Bukit Jimbaran bagai sebuah kendala
yang tak mungkin terselesaikan. Padahal bila semua pihak berkomitmen serta
secara kontinyu menjadikan permasalahan untuk merevitalisasi kawasan tersebut
saat ini sebagai masalah wajib yang segera harus diselesaikan maka itu bukan masalah
besar. Walaupun terkesan akan megurangi anggaran biaya lain yang sudah
ditetapkan sejak awal tapi kenyamanan warga Udayana seharusnya menjadi tujuan
utama. Lingkungan yang nyaman tentunya mendukung proses belajar yang kondusif.
Alangkah baiknya bila program penghijauan diimbangi dengan upaya perawatannya
juga. Memelihara tanaman disana juga berarti menjaga kestabilan tanah kapur di
Bukit Jimbaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar